BOILER BERBAHAN BAKAR SAMPAH
Ahsonul Anam
B2TE, BPP Teknologi
Puspiptek Serpong, Tangerang Selatan, 15314
email : ahsonosh@yahoo.com
Abstract
Municipal waste has high economic value if the organic and inorganic
waste has been separated at the source. If organic and inorganic waste mixed,
municipal waste has lower (no) value and environment harmful. There are many
technologies for waste treatment i e steam generator using waste as fuel. The
technology produces steam and reduces the waste significantly. The experiment
of steam generation system performance has been done with waste as fuel and
kerosene as a comparator fuel. The experiment with waste fuel resulted the
stable flame, odorless and the time for steam formation is faster compared to
kerosene stove.
Kata kunci : Boiler, sampah
1.
PENDAHULUAN.
Sampah
pada hakekatnya mengandung komponen-komponen yang memiliki nilai ekonomi bila
sejak dari sumbernya komponen-komponen sampah telah dipilah-pilah menurut
jenisnya. Sebagai contoh, sampah anorganik: plastik bisa dijual ke pabrik
pengolah plastik, sampah kertas bisa dijual ke pabrik pengolah kertas, sedang
sampah organik setelah melalui proses pengomposan bisa dijual sebagai pupuk
kompos. Bila sampah anorganik tercampur secara acak dengan sampah organik yang
mudah membusuk, maka nilai ekonominya menjadi hilang. Diperlukan biaya yang
tidak sedikit untuk menanganinya karena bila dibiarkan menumpuk saja di tempat
pembuangan akhir (TPA), akan mencemari lingkungan dan menurunkan kualitas hidup
karena timbulnya bau yang tak sedap, kerumunan lalat, sumber penyakit, gas
beracun, air lindi (leach water) yang
terserap ke tanah dapat meresap ke sumur masyarakat atau bila mengalir ke
sungai akan mencemari air sungai.
Telah banyak tulisan mengenai teknologi
penanganan sampah, tetapi kenyataannya sampah masih menjadi masalah sehari-hari
karena keengganan menggunakan teknologi tersebut. Alasan yang dikemukakan, di antaranya
biaya yang harus dikeluarkan tidak sebanding
dengan hasil yang didapatkan, pemanfaatan teknologi tersebut membutuhkan
lahan yang luas waktu proses yang lama (misal untuk pengomposan). Hal ini
menyebabkan kesulitan bagi pemerintah daerah dalam mencari lahan untuk tempat
pembuangan akhir dan juga harus mencari lahan luas lain yang dibutuhkan untuk
lahan pengomposan. Pembakaran sampah yang dilakukan di udara terbuka, walaupun
mampu mengurangi volume sampah secara cepat namun menimbulkan polusi udara berupa
abu (particulate) atau gas beracun seperti
misalnya gas furan dan dioksin (Sumaiku, 2006).
Makalah ini membahas masalah penanganan sampah untuk kemudian dibakar untuk
pembangkitan uap agar diperoleh nilai finansial.
Produksi uap (steam) bisa digunakan
untuk proses produksi atau untuk membangkitkan energi sekaligus mengurangi
volume sampah dan mengurangi masalah-masalah yang ditimbulkan karena penumpukan
sampah.
2.
BAHAN DAN METODE EKSPERIMEN
2.1. Penggolongan sampah.
Sebagai
contoh kasus adalah sampah yang diproduksi oleh DKI Jakarta, yang setiap
tahunnya selalu bertambah seperti terlihat pada tabel 1.
TAHUN
|
PERKIRAAN
PRODUKSI
SAMPAH PER
HARI
(m3)
|
VOLUME SAMPAH YANG
TERANGKUT PER HARI
(m3)
|
1985 / 1986
1986 / 1987
1987 / 1988
1988 / 1989
1989 / 1990
1990 / 1991
1991 / 1992
|
18.000
18.694
20.150
21.234
21.671
21.894
23.706
|
14.506
16.055
16.452
16.769
17.331
17.874
18.997
|
Sumber
: Suprihatin dkk. (1996).
Berdasarkan
asal sampah yang diproduksi oleh DKI Jakarta setiap harinya :
-
58% berasal dari kegiatan rumah tangga,
-
10% berasal dari kegiatan pasar (pasar temporer menyumbang
2,5%, sedang PD Pasar Jaya menyumbang 7,5%),
-
15% berasal dari kegiatan komersial (perkantoran, pusat
perbelanjaan),
-
15% berasal dari kegiatan industri
-
2% dari taman, jalan dan sungai.
Sumber : Dinas Kebersihan DKI (2001).
2.1.1. Sampah Organik dan Non Organik.
Berdasarkan
jenisnya, sampah digolongkan menjadi dua yaitu sampah organik 74% dan sampah
nonorganik 26%, dengan komposisi sangat beragam seperti terlihat pada Tabel 2
berikut :
Tabel 2. Persentase Komposisi Sampah di DKI Jakarta
JENIS SAMPAH
|
1988 / 1989
(%)
|
1989 / 1990
(%)
|
1990 / 1991
(%)
|
1991 / 1992
(%)
|
Organik/ sayuran
Kertas/ paper
Plastik
Logam
Karet/ kulit tiruan
Kayu
Kain
Gelas/ Kaca
Lain-lain
|
73,99
8,28
5,44
2,08
0,56
3,77
3,16
1,77
0,95
|
73,99
8,28
5,44
2,08
0,56
3,77
3,16
1,77
0,95
|
73,99
8,28
5,44
2,08
0,56
3,77
3,16
1,77
0,95
|
73,99
10,18
7,86
2,04
0,55
0,98
1,57
1,75
0,86
|
Sumber
: Suprihatin dkk. (1996).
2.1.2. Penggolongan Sampah Berdasarkan Kemampuan
Bisa Dibakar atau Tidak.
Selain logam
dan gelas yang jumlahnya hanya sekitar 5 % (Tabel 2), sampah organik dan
nonorganik bisa digunakan sebagai bahan bakar untuk menghasilkan uap. Hal yang perlu
diperhatikan adalah kandungan air dan abu dari sampah yang menentukan nilai
kalor dari sampah. Bila kandungan air dalam sampah tinggi maka kalor akan
terpakai untuk memanaskan dan menguapkan air yang terkandung dalam sampah
tersebut semakin besar. Hal ini akan menurunkan efisiensi pembakaran di dalam
ruang bakar. Hal ini berarti mengurangi kalor yang digunakan untuk menghasilkan
steam (Anam dan Kuncoro, 2003).
Keberadaan
abu dalam sampah akan memungkinkan terbentuknya slag (lelehan abu). Pada suhu di ruang bakar yang cukup tinggi lelehan
abu ini akan bereaksi dengan zat yang lain dan mengeras bila tidak ditangani
secara memadai. Lelehan abu fraksi berat bisa terjadi di bagian dasar ruang
bakar (bottom ash), bisa juga terjadi
di bagian pipa-pipa perpindahan panas (di daerah radiasi) yang disebabkan oleh
lelehan abu fraksi ringan (fly ash).
Lelehan abu di dasar tungku akan mengakibatkan terhambatnya pasokan udara
pembakar. Untuk tipe stoker, biasanya udara dipasok melalui bagian bawah grate, sehingga adanya lelehan abu menurunkan
kecepatan pembakaran sampah. Lelehan abu yang menempel di pipa-pipa perpindahan
panas akan menurunkan efisiensi perpindahan panas, hal ini akan menurunan
kecepatan pembentukan steam. Bahkan
bisa mengakibatkan pecahnya pipa karena over
heating (Singer,1981; Stultz and Kitto, 1992). Jadi
abu ini harus sesegera mungkin dikeluarkan dari ruang pembakaran.
Berdasarkan analisa ultimat, sampah mengandung C
47,6%, H 6%, N 1,2%, S 0,3% dan abu 12% (Anam dan Kuncoro, 2003). Karbon dan
hidrogen dalam sampah akan terbakar menjadi karbon dioksida, air dan dihasilkan
energi pembakaran. Energi pembakaran inilah yang digunakan sebagai pembangkit steam.
C
+ O2 ® CO2 + energi
C + ½ O2 ® CO + energi
CO + ½ O2 ® CO2 + energi
H2 + ½ O2 ® H2O + energi
S + O2 ® SO2 + energi
2.2. Pembangkitan Uap
Beberapa
peralatan penting untuk membangkitkan uap berbahan bakar sampah, di antaranya
adalah : alat penyiapan bahan bakar dan alat pengering, ruang bakar tempat
terjadinya proses pembakaran sampah, alat perpindahan panas, steam drum, alat pengendali gas buang,
alat penyiapan air umpan boiler, penampung abu serta peralatan pengontrol
kinerja boiler secara keseluruhan.
2.2.1. Fasilitas Penyiapan
Bahan Bakar.
Peralatan
ini sangat berperan untuk kelangsungan operasional unit, karena ada beberapa
komponen dalam sampah yang tidak bisa dijadikan sebagai bahan bakar, di antaranya
besi, gelas dan lain-lain. Jadi keberadaan fasilitas ini adalah untuk
memastikan bahwa sampah yang diumpankan ke ruang bakar adalah sampah yang bisa
terbakar.
Ada hal penting lain yang
perlu diperhatikan adalah bahwa di daerah tropis seperti di Indonesia, dengan
curah hujan yang tinggi, maka setelah fasilitas pemilahan, diperlukan juga
fasilitas pengering, karena sampah dengan kandungan air yang tinggi akan
mengganggu kinerja pembakaran di ruang bakar, di antaranya adalah banyaknya
energi yang digunakan untuk menguapkan air dalam sampah, bahkan kalau kandungan
air sangat tinggi menjadikan sampah sulit terbakar, yang pada akhirnya akan
mengakibatkan proses pembakaran tidak berlangsung.
Adakalanya di dalam sampah
terdapat bahan-bahan yang berukuran besar atau panjang, yang akan menimbulkan
kesulitan bila diumpankan langsung ke ruang bakar. Untuk mengatasi hal ini maka
diperlukan alat pencacah sampah sesuai dengan spesifikasi yang diperlukan. Alat
pencacah sampah ini bisa digabungkan dengan alat pengering.
2.2.2. Tungku
Bakar.
Boiler yang sekaligus sebagai penuntas sampah dan
karena spesifikasi sampahnya sangat bervariasi maka ketergantungan kesuksesan
operasi pada jumlah mesin yang sedikit akan mengurangi faktor kehandalan
sistem. Maka perlu diperhatikan pembagian beban untuk sejumlah unit sehingga
masing-masing unitnya ukurannya kecil. Oleh karena boiler yang diperlukan
berkapasitas kecil maka tungku bakar yang digunakan adalah tungku bakar jenis
stoker. Tungku jenis stoker sangat sederhana pembuatannya dan operasinya.
Selain itu stoker lebih dipilih karena kisaran operasinya yang lebih luas,
kemampuan membakar bahan bakar padat dengan kisaran luas (Singer,1981; Stultz
and Kitto, 1992) sehingga cocok untuk sampah
yang sangat bervariasi komposisinya setiap hari dan lebih sedikit penggunaan
listrik.
Sistem pembakaran
menggunakan stoker terdiri atas :
¨
Sistem
pengumpanan bahan bakar
¨ Perangkat
grate stasioner (tetap) untuk
menopang sejumlah massa bahan bakar serta melewatkan udara pembakar ke dalam
unggun bahan bakar.
¨
Sistem
udara atas api (over fire air) untuk
membantu kesempurnaan pembakaran dan mengurangi emisi polutan (Singer,1981;
Stultz and Kitto, 1992).
¨
Sistem
pembuangan abu.
Secara
garis besar, bahan bakar diumpankan secara terus menerus secara manual melalui
lobang pengumpan, jatuh dan disebarkan merata di atas grate, setelah
terbakar, abu sisa pembakaran turun melalui kisi-kisi grate atau didorong (baik secara manual maupun menggunakan chain atau travelling grate) ke ujung grate,
dikumpulkan di penampung abu.
Udara
pembakar dibagi menjadi dua bagian yaitu udara yang diumpankan dari bawah grate dan udara yang diumpankan dari
atas grate. Udara pembakar yang
diumpankan dari bawah grate (udara
pembakar utama), bergerak ke ruang bakar melalui unggun bahan bakar. Sedang
udara yang diumpankan melalui bagian atas unggun bahan bakar (overfire air) membantu kesempurnaan
pembakaran (karena membantu terjadinya turbulensi) dan mengurangi pembentukan
asap (smoke). Umpan udara melalui
bagian atas api (overfire air)
sekitar 15-20 % dari keseluruhan udara umpan (Singer,1981; Stultz and Kitto,
1992).
2.2.3. Alat Perpindahan Panas dan Steam
Drum.
Di dalam ruang
bakar, pembakaran limbah berlangsung secara terus menerus sehingga dihasilkan
gas yang bersuhu tinggi, karena itu di ruang bakar ini perpindahan panas dari
gas panas ke fluida didominasi oleh radiasi. Radiasi panas diserap oleh air
melalui evaporator menghasilkan uap air jenuh. Evaporator tersusun atas
pipa-pipa vertikal dengan kemiringan tertentu (agar panas radiasi terserap
lebih efisien) mengelilingi ruang bakar. Uap jenuh hasil penguapan dikumpulkan
di dalam steam drum untuk dipisahkan antara fraksi uap dengan fraksi cair. Proses
pemisahan uap dari air mendidih di dalam steam
drum dilakukan secara mekanik dengan sekat-sekat yang membantu dan
melengkapi pemisahan secara gravitasi. Fraksi uap dialirkan ke alat proses yang
membutuhkan uap air jenuh sebagai media proses, sedang fraksi cair diumpankan
lagi ke pipa-pipa evaporator. Bila media proses membutuhkan uap air panas
lanjut (super heated steam), maka
fraksi uap tersebut dialirkan ke pipa-pipa super
heater memanfaatkan panas radiasi di ruang bakar atau di bagian konveksi. Panas
konveksi lanjutan dimanfaatkan untuk memanaskan air penambah (make up) sehingga menambah efisiensi
penyerapan panas. Sistem penambah air umpan dilakukan secara otomatis melalui
penginderaan tinggi muka air di dalam steam drum.
2.2.4. Pengendali Gas Buang dan Pengumpul Abu.
Gas buang
hasil pembakaran bersama-sama dengan abu terbang keluar ruang pembakaran
dilewatkan ke (multi) siklon sebelum dibuang ke atmosfer melalui cerobong. Siklon
berfungsi untuk memisahkan gas fraksi ringan dengan fraksi berat. Fraksi berat
berupa partikulat terpisah melalui bagian bawah siklon, dikumpulkan di
penampung abu, sedangkan fraksi ringan, berupa gas buang yang relatif sudah
bersih dari partikulat, keluar melalui bagian atas siklon menuju ke cerobong.
2.3. Metode Eksperimen
Eksperimen dilakukan menggunakan boiler penyulingan
Akar Wangi. Penyulingan Akar wangi yang biasa dilakukan oleh penduduk secara
tradisional, yaitu mengukus Akar wangi dalam bejana pada suhu dan tekanan
tertentu secara batch selama 12 jam
atau lebih (Gambar 1).
Keterangan gambar :
1. Bahan baku Akar wangi 4. Pendingin
2. Air 5.
Separator
3. Ruang bakar
Gambar 1. Skema alat penyulingan tradisional.
Bahan
bakar yang digunakan adalah minyak tanah, kurang lebih 300 liter (rata-rata 25
liter per jam) per sekali proses untuk penyulingan 2 ton bahan baku Akar wangi.
Empat jam pertama digunakan sebagai proses pemanasan awal pembentukan steam dilanjutkan dengan pencapaian
tekanan proses yang diinginkan. Steam
yang dihasilkan langsung digunakan sebagai media untuk menguapkan zat-zat yang
mudah menguap (volatile matter) Akar
wangi, kemudian setelah melalui proses kondensasi terbentuk kondensat yang
terdiri atas air (yang berasal dari penguapan air proses dan air yang
terkandung dalam Akar wangi) di bagian bawah serta minyak Akar wangi di bagian atas.
Kondensat tersebut ditampung dalam suatu penampung yang dilengkapi dengan pipa
kapiler yang berfungsi untuk memisahkan air dan minyak Akar wangi. Setelah itu
dilakukan proses pemurnian dengan cara menyaring untuk memisahkan sisa air.
Setelah proses penyulingan selesai, kompor
dimatikan, kemudian dilakukan penurunan tekanan sampai tekanan atmosferik
melalui pembuangan uap proses secara by
pass. Setelah kondisi atmosferik tercapai, dilakukan pembongkaran dan
pengisian kembali bahan baku Akar wangi. Akar wangi yang telah dilakukan
penyulingan dianggap sebagai limbah, dibakar di tempat terbuka.
Untuk
mengatasi masalah tersebut di atas, salah satunya adalah dengan suatu inovasi
teknologi yang bertujuan untuk memanfaatkan limbah padat penyulingan menjadi
bahan bakar yang bermanfaat. Sebagai pertimbangan bahwa proses penyulingan
dengan sistem terpisah antara bejana pembentukan uap dan bejana penyulingan
menghasilkan kualitas minyak yang lebih baik dan juga dengan pemisahan tersebut
memberi keleluasaan dilakukannya perancangan sistem pembangkit uap untuk
mencapai kualitas pembakaran dan perpindahan panasnya dengan baik, maka sistem
yang dikembangkan sebaiknya merupakan sistem yang terpisah. Dalam hal ini, poin
utama yang harus diperhatikan adalah rancangan sistem pembakaran yang
memungkinkan limbah tersebut bisa terbakar secara stabil, tidak menghasilkan
bau, serta penanganan abu yang memadai sehingga aman terhadap lingkungan.
Uji coba
terhadap kinerja peralatan dilakukan pada boiler skala kecil sistem fixed grate berkapasitas 100 kg/jam dengan dua sistem terpisah yaitu sistem
pembentukan uap dan sistem penyulingan (Gambar 2).
Gambar 2. Boiler
berbahanbakar limbah padat
(sumber :
Anam dan Kuncoro, 2003)
Percobaan pertama menggunakan limbah sebagai bahan bakar, selanjutnya
dibandingkan bila menggunakan minyak tanah sebagai bahan bakar dengan kecepatan
konsumsi bahan bakar minyak tanah 25 liter per jam (sesuai dengan konsumsi
minyak tanah pada tungku tradisional). Pengamatan yang dilakukan adalah perbandingan
waktu yang diperlukan sampai terjadi uap air (steam) pertama kali. Di samping itu, selama menggunakan bahan
bakar limbah, diamati kestabilan nyala
api serta bau yang mungkin ditimbulkan secara organoleptis.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari uji coba
pembakaran menggunakan limbah Akar wangi (tumbuhan Akar wangi pasca
penyulingan) terjadi nyala yang sangat stabil dan pembentukan uap (tekanan
operasi 5 bar) pertama kali terjadi dalam waktu 30 menit, sedangkan bila
menggunakan minyak tanah diperlukan waktu 40 menit (Anam dan Kuncoro, 2003).
Pada percobaan pembakaran menggunakan
limbah Akar wangi, sistem penanganan abu (bottom
ash) masih kurang bagus, dalam arti abu tersebut tidak langsung turun dari grate, maka terjadi sebagian kecil slag.
Bila
dibandingkan antara karakteristik limbah padat Akar wangi dengan karakteristik
sampah memang sedikit berbeda, yaitu limbah padat Akar wangi tidak bercampur
dengan limbah padat yang lain sedangkan komposisi sampah sangat bervariasi dari
hari ke hari dan belum terpilah secara baik (memilah sampah belum membudaya di
Indonesia). Namun dari hasil eksperimen ini diharapkan akan menjadi katalisator
untuk diterapkan terhadap sampah.
4. KESIMPULAN
Pemakaian boiler berbahan
bakar sampah memiliki beberapa keuntungan sebagai berikut :
- Dapat mereduksi sebagian besar volume sampah secara cepat (hanya tersisa
abu, sekitar 12%).
- Panas yang dihasilkan pada proses pembakaran dapat dimanfaatkan sumber
energi untuk penguapan, dan uap air yang dihasilkan bisa dimanfaatkan untuk
kebutuhan proses lanjutan maupun untuk pembangkit listrik.
- Tidak memerlukan lahan yang besar.
- Polusi
partikulat bisa diminimalisasi dengan penggunaan alat pengendali partikulat.
Di samping keuntungan, ada beberapa
kerugian yang ditimbulkan bila menggunakan boiler berbahan bakar sampah, di
antaranya :
- Gas
buang dari proses pembakaran berpotensi mencemari lingkungan yang disebabkan
oleh timbulnya gas beracun seperti dioksin (Sumaiku, 2006). Namun hal ini bisa
diminimalisasi dengan cara memilah terlebih dahulu komponen sampah yang akan
diumpankan ke ruang bakar, di antaranya dipisahkan zat-zat penyebab timbulnya
dioksin, misalnya sampah plastik, ban bekas, karet dan lain sebagainya.
- Menghasilkan
gas SO2 dalam gas buang dalam jumlah sedikit, namun gas ini termasuk
dalam kategori gas polutan.
- Sampah
yang akan diumpankan ke ruang bakar tidak boleh berasal dari sampah yang
dikategorikan B3, karena sampah B3 memerlukan penanganan tersendiri sesuai
dengan Peraturan Pemerintah nomor 12 tahun 1995 tentang Perubahan Peraturan
Pemerintah Nomor 19 tahun 1994 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan
Beracun.
- Gas
buang mengandung gas CO2, yaitu gas yang diindikasikan sebagai
penyebab pemanasan global (Hazan, 2005).
DAFTAR PUSTAKA
Anam Ahsonul, 2001, Mekanisme
Pembentukan Slagging dan Fouling pada Boiler Batubara, Pelatihan Teknologi
Pembakaran di Industri, UPT LSDE - BPPT.
Anam Ahsonul
dan Kuncoro Heru, 2003, Penyulingan Akar Wangi (Vetiveria zizaniodes)
Menggunakan Boiler Berbahan Bakar Limbah, Prosiding Seminar Nasional Daur Bahan
Bakar, Jakarta.
Anam
Ahsonul dan Heru Kuncoro, 2004, Retrofit Alat Penyulingan Akar Wangi
Tradisional Menggunakan Boiler Berbahan Bakar Limbah Ramah Lingkungan, Jurnal
Teknologi Lingkungan, Vol. 5 No.1, Jakarta.
Dinas
Kebersihan DKI, 2001, http://www.kebersihandki.com/,
informasi
diambil dari internet pada tanggal 23 April 2003.
Hazan Yaziz, 2005, Ancaman
Bencana Iklim oleh Pemanasan Global, http://www.batan.go.id/infonuklir/Jurnal/Fokus/AncamanBencanaPemanasanGlobal.htm,informasi
diambil dari internet pada tanggal 15 Nopember 2005.
Naruse Ichiro, Gani Asri,
Morishita Keiju, 2003, Fundamental Characteristic on Co-combustion of Low-rank
Coal with Biomass, Proceeding of The 1st International Seminar on
Ecological Power Generation, Jakarta.
Singer J.G., 1981, Combustion,
Fossil Power Systems, Combustion Engineering Inc., Connecticut,
USA.
Stultz S.C.and
J.B. Kitto, 1992, Steam Its Generation and Use, Babcock & Wilcox Company, Barberton, Ohio,
USA.
Sumaiku Yohan,
2006, Apa Akibatnya dari Pembakaran Sampah di Pekarangan Rumah Tangga dan
Pembakaran/Kebakaran Hutan terhadap Kesehatan, www1.bpkpenabur.or.id/kps-jkt/sehat/sampah.htm, informasi diambil dari
internet pada tanggal 21 Pebruari 2006.
Suprihatin Agung, Prihanto Dwi dan Gelbert Michel,
1996, Sampah dan Pengelolaannya, PPPGT / VEDC Malang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar